Friday 29 January 2010

Catatan perjalanan pertama: Senandung Jembatan Merah

9 Februari 2009.

Nyaris dua puluh tahun saya tinggal di Surabaya, dan salah satu obsesi saya selama tinggal di kota ini adalah...berkeliling daerah Tugu Pahlawan sambil berfoto-foto (memfoto bangunan- bangunan tua dan diri sendiri pastinya…). Akhirnya, pada bulan Februari lalu obsesi saya ini keturutan. Setelah diajak beberapa teman kampus, langsung deh, berangkat!
Start awal kami ada di gedung House Of Sampoerna. Begitu turun dari kendaraan, mata kami langsung tertuju ke sebuah Rolls Royce cokelat yang terparkir dengan indahnya di sebelah museum. Akhirnya jepretan pertama kamera langsung merekam gambar kendaraan milik pendiri perusahaan Sampoerna itu. Tak lama kami pun masuk ke museum. Begitu pintu dibuka, bau tembakau langsung menyambut hidung tanpa basa basi. Bagi yang sudah pernah ke museum ini beberapa tahun lalu, sekedar info saja, sepertinya hampir semua benda yang dipamerkan tidak banyak perubahan pada letaknya maupun jumlahnya. Tapi ada beberapa mesin berlayar sentuh yang menampilkan sejarah perusahaan sampai iklan-iklan produk yang pernah tayang di televisi. Sepertinya ini masih baru, secara saya tidak ingat kalau ada mesin itu disaat saya berkunjung ke musem ini 3 tahun lalu. Tapi sepertinya mesin touch screen yang mirip mesin ATM itu sedikit sensi sama saya. Berkali-kali dipencet tapi susah sekali nyautnya! Saya memang bagaikan musuh alami barang-barang elektronik, termasuk mesin touch screen ini... Nah, berlanjut ke lantai dua, ternyata kami datang di waktu yang tepat karena saat itu pabriknya sedang beraktifitas (3 tahun lalu saat saya dan teman-teman SMA datang kesana, kami nggak ketemu sama mbak-mbak pekerjanya). Dan...kami sukses dibuat terkejut ! Mbak-mbak yang sedang melinting rokok, packing ataupun yang sedang menggunting ujung rokok itu, bekerja sangat sangat sangatlah cepat. Kata teman saya, rasanya seperti nonton film yang di fast forward saking cepatnya. Mbak-mbak itu seperti lagi naik sepeda, karena biarpun yang kerja itu tangannya, tapi kepala dan badan mereka juga ikut bergoyang-goyang.
Next destination, kami menuju daerahnya Jembatan Merah Plaza. Setelah kendaraan kami parkir di samping bank BNI, kami berjalan kaki menuju sebuah bangunan tua yang terletak persis di sebelah Hotell Ibis. Di sana ada bangunan Belanda yang namanya Gedung Cerutu karena bentuk minaretnya yang mirip cerutu. Sebenarnya, kami berencana masuk ke gedung itu. Tapi sayang kami tidak menemukan satu orang pun di dalam gedung untuk dapat izin masuk. Jadi kami harus puas hanya dengan memotret bagian luar gedung tua itu. Di depan Monumen Jembatan Merah, kami mencoba untuk mereka-reka termasuk jenis bangunan Belanda apa gedung Cerutu ini. Tentunya dibantu dengan semua hasil mengikuti kuliah arsitektur modern yang sebenarnya hanya mengawang di otak karena saya sering sibuk sendiri di kelas (sibuk ngobrol...). Hingga akhirnya kami memutuskan, sepertinya gedung ini salah satu contoh bangunan bergaya ventrakular belanda. Haha, di saat diskusi soal ini, rasanya kami ini orang pintaaar sekali!
Setelah itu kami segera menuju Jembatan Merah yang terkenal itu. Langsung saja saya nyanyi lagu Jembatan Merah tapi rupanya saya menyanyi dengan nadanya lagu Bengawan Solo, pantas saya dipelototin teman-teman...
Jalan kaki sebentar dari jembatan merah (setelah berusaha menyeberang jalan dengan sangat hati-hati karena banyaknya becak disana) perhatian kami tertuju ke sebuah bangunan yang bernama Gedung Aperdi. Awalnya, teman saya mengira kalau itu bangunan bekas gereja karena pada tampak depan gedung ada lukisan dari kaca patri yang sepertinya menggambarkan orang suci karena ada halo di kepala mereka. Lalu kami nekat masuk ke dalam gedung itu, dan untung saja kami diperbolehkan melihat-lihat isi gedung setelah mendapat izin dari para karyawan yang bekerja di gedung yang saat ini berfungsi sebagai kantor. Perkiraan teman saya ternyata meleset. Bangunan ini bukanlah bekas gereja karena dari dulu sudah digunakan sebagai kantor. Suasana ruang-ruang dalam gedung ini sedikit membuat orang merinding. Ruang yang dipakai untuk kantor hanya setengah dari seluruh ruang yang ada. Sisa ruangannya praktis tidak tersentuh. Sisa ruangan itu termasuk sebuah hall yang cukup besar dan membuat saya membayangkan tentang pesta dansa (ball) dimana noni-noni Belanda berdansa dengan mengenakan gaun-gaun indah mereka. Di sebelah hall ada semacam ruangan bekas kantor yang masih lengkap dengan segala perabot aslinya seperti kursi, meja dan lemari arsip. Saat masuk ruangan ini, rasanya seram sekali karena ruangan itu tidak pernah terpakai dan suasananya sangat suram. Yang membuat kami tertarik pada bangunan ini adalah kondisinya yang masih asli. Bayangkan saja, kamar mandi disana masih menggunakan kloset yang "tombol flush"nya berupa tali yang ditarik. Pintu kamar mandinya pun sangat besar dan dari kayu yang benar-benar sangat tua namun kuat. Lantai pada gedung itu dari marmer mulai area depan sampai daerah kamar mandi. Sangat indah.
Kami kembali menuju tempat kendaraan kami diparkir dan langsung melaju menuju Gereja Santa Perawan yang berada satu area dengan sekolah Frateran, SMPN 2 dan Ta'miriyah. Kami (sekali lagi) hanya mengambil foto dari luar. Senang sekali melihat gereja ini, memberi sedikit rasa gothik pada kota Surabaya.
Jam di tangan menunjukkan waktu hampir ashar. Kami segera menuju masjid Kemayoran di sebelah SMA Ta'miriyah. Masjid ini juga merupakan bangunan tua di Surabaya. Keramik lantainya mirip seperti keramik di rumah eyang saya yang merupakan rumah kolonial di jalan Bubutan (sayangnya, sekarang rumah itu sudah jadi ruko). Di masjid ini terdapat sebuah plat di dinding yang bertuliskan aksara jawa. Saya berusaha keras membaca aksara-aksara tersebut dengan segenap kemampuan. Tapi memang dasar anak jaman sekarang, susah untuk bisa memahami budayanya sendiri! Tulisan aksara jawa tersebut sebenarnya sudah diubah dengan tulisan latin yang ditulis pada bagian atasnya. Tapi tentu saja masih memakai bahasa Jawa halus, dan saya selalu dapat nol besar untuk pelajaran bahasa jawa krama inggil!
Pada akhirnya perjalanan kami selesai setelah kami shalat di Masjid Kemayoran. Perjalanan yang tak sebentar nan terik, diselingi es campur dan nasi padang, akhirnya bisa memuaskan obsesi saya! Can't wait for the next trip guys!

Foto-foto:







Ini salah satu bagian bangunan dari kompleks House Of Sampoerna. Sekarang digunakan sebagai cafe yang interiornya asik.











Mbak-mbak yang bertugas melinting rokok. Kayak The Flash! Gerakannya cepat sekali.










Jembatan Merah yang terkenal itu. Banyak becak disini jadi hati-hati kalau menyeberang...















Gedung Aperdi. Bagian dalamnya bikin merinding terpesona! (Merinding terpesona??)













Kotak pos-nya pun beraroma jadul.















Innercourt Gedung Aperdi, didominasi kaca-kaca lebar dan arch.















Salah satu bagian ruang di gedung Aperdi yang tidak lagi terpakai. Tapi furniture di dalamnya masih asli seperti jaman dulu, kata bapak pengguna gedung.











Gereja Santa Perawan. Bisa memandanginya sampai puas sambil menikmati es campur di warung-warung kecil depan gereja.











~deria~

Subwalkers? Apa itu? Siapa itu?

Surabaya walkers adalah sebuah perkumpulan mahasiswa arsitektur yang memiliki ketertarikan yang sama akan kehidupan-kehidupan menakjubkan yang dapat ditemukan di tiap sudut kota Surabaya dan mereka juga selalu ikut terhanyut akan rayuan bangunan-bangunan tua yang banyak tersimpan di kota ini...

Brrrppppp.

Oke, enough blurbing! Intinya, para Surabaya Walkers¬atau disingkat saja jadi Subwalkerssuka sekali jalan-jalan keliling kota pakai kaki sendiri. Dan mengapa Surabaya? Sederhana, karena kita semua kuliah di ITS Surabaya, jadi paling sering ya keliling Surabaya. Tapi rasanya kami nggak pernah bosan mengulik Surabaya. Karena selalu ada saja yang menarik kami untuk kembali dan kembali lagi menyusuri jalanan panas Surabaya. Mungkin karena penduduk-penduduk setempat yang unik, mungkin karena banyak perkampungan-perkampungan atau gang-gang yang menarik, mungkin karena bangunan-bangunan tua yang masih menyimpan daya tariknya atau hal-hal lainnya. There always something to see and feel here, in Surabaya the city of Heroes.
So, enjoy our journal and enjoy Surabaya!

Tapi sebelumnya, sekarang saatnya memperkenalkan beberapa anak-anak subwalker. Here we go...:

Tanti: Tanti yang memiliki ketertarikan khusus terhadap masalah perkotaan, ternyata juga memiliki ketertarikan yang sama terhadap makanan khas suatu daerah. Kalau Tanti dapat info tentang makanan khas di daerah yang akan dijelajahi, Tanti harus mendapatkannya! Asal bukan nasi bebek. Terlalu imut, katanya.




Toni: Si fotografer tukang manjat satu ini adalah calon suaminya Tanti. Keahlian memanjatnya sangat berguna sekali untuk mendapatkan hasil jepretan foto yang oke! Dan dia seringkali menjadi The Trip Planner bersama sang kekasih.




Tara: Kalau di kampus, Tara sering terlihat memakai rok cantik bunga-bunga.Tapi kalau sudah ‘kembali’ ke jalanan, sepatu kanvas pink butut adalah andalannya! Keharuman sepatu ini bahkan sudah sampai ke negeri sakura. Tara suka sekali menulis catatan perjalanan setiap kali mereka selesai menjelajah kota.




Angbal: Fotografer kita yang satu lagi. Si jenius kurang waras pecinta Asmirandah dari pulau dewata ini senang membidik objek manusia. Apalagi di setiap jengkal jalanan kota yang merupakan teater hidup, Angbal benar-benar terpuaskan hasrat memotretnya!




Alfath: Don’t judge a house by its facade. Penampilan boleh seperti mahasiswa biasa apa adanya. Tapi, Alfath benar-benar ada-adaaa aja. Orang ini sepertinya suka sekali jalan-jalan keliling kota pakai sandal, bahkan sandal hotel. Bisa bayangkan apa jadinya kalau sandal hotel dipakai untuk jalan-jalan keliling kota seharian?







Tata: Dialah sang preman. Penampakannya bisa sedikit melindungi kita dari berandal-berandal jalanan kota. Tapi, jangan terkecoh karena dia penggemar musik klasik dan film drama percintaan. Oh ya, kemana-mana Tata nyaris selalu bawa peta kota Surabaya. Jangan tanya kenapa.






Di atas baru tersebut beberapa subwalkers. Aslinya, ada lebih banyak lagi. Tapi, sementara ini dulu ya...